Pages

Wednesday, April 17, 2013

Dari Hati

First of all, entry ini suasananya agak mellow, bukan karena hari sedang hujan, tapi karena suasana hati gue pada saat ngetik emang lagi sedih... Akhir-akhir ini banyak sekali pemberitaan yang menyudutkan profesi kami sebagai seorang dokter. Dokter, yang selalu diidolakan dan dicita-citakan oleh kebanyakan orang, akhir-akhir ini sering ditempatkan di kursi pesakitan dunia jurnalistik, layaknya seorang koruptor ulung. Sakit hati ini membaca judul berita Dokter Dianggap Lebih Jahat Dibanding Polantas ,sebuah perumpamaan yang keluar dari mulut ketua komisi IX DPR yang notabene juga adalah seorang dokter. Apakah beliau tidak pernah merasakan posisi yang sulit sebagai seorang dokter? Mungkin dia lupa masa-masanya ketika menjadi seorang dokter yang harus mengobati pasien yang datang di pagi buta, tanpa biaya, namun memerlukan pengobatan yang segera diberikan. Entah bagaimana sepak terjang beliau dulu, tetapi kami disini, di tempat saya belajar dan bekerja, pasti mengusahakan agar semua kedaruratannya teratasi lebih dulu, walaupun harus saling tombok menombok uang agar pasien itu bisa tertolong. Sungguh ironis ketika kami diibaratkan layaknya polantas yang 'menilang' pasien. Apakah wajar ketika seorang dokter hanya dibayar seharga karcis pendaftaran Puskesmas? Apakah para wakil rakyat pernah memikirkan gaji dan pendapatan seorang dokter PNS maupun PTT di daerah yang sangat terpencil, yang walaupun kedengaran gajinya besar (tetap tidak sebesar para pembesar yang katanya wakil rakyat itu) namun tak kunjung diterima hingga berbulan-bulan?? Belum segala macam tunjangan yang disunat sana-sini sebelum sampai di tangan dokter yang bersangkutan. Seandainya saja para dokter punya niatan seperti seorang polantas, entah berapa harga satu kali 'menilang' pasiennya, mengingat saya pernah diajak 'berdamai' seharga 100ribu hanya demi seutas tali derek yang tidak sesuai kriteria dan perlu dicatat saat itu saya sedang berkendara di dalam kota, bukan jalur luar kota. Baru-baru ini juga saya membaca berita yang cukup menarik di media lokal, yang mempertanyakan kinerja dokter di Sulawesi Utara berikut jawaban dari ketua IDI SUlawesi Utara Seyogyannya jika ingin mempertanyakan kinerja rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan lainnya, janganlah asal ngomong seperti itu. Pernahkah para wartawan ini menulis berita dan menyelidikinya terlebih dahulu?? Sering saya temukan penulisan berita yang memojokkan dokter dan rumah sakit, tanpa disertai bukti-bukti dan narasumber yang jelas. Mungkin kaum awam tidak mengerti bahwa semua manusia diciptakan unik dan memiliki keistimewaan masing-masing, termasuk pada paparan terhadap penyakit dan terhadap pengobatan yang diberikan. Apalagi ketika terdapat kendala pada alat diagnostik misalnya alat radiologi atau laboratorium, dan pada saat itu dokter harus mengandalkan kekuatan nalar dan pengalamannya, disertai hikmat yang diberikan Tuhan kepadanya untuk mendiagnosa dan mengobati pasien. Sungguh keputusan yang sulit dibuat, terutama jika Anda sudah berurusan dengan ratusan pasien dan ribuan keluhan pada hari itu. Kami bukan tidak mau mengakui kesalahan kami sebagai seorang dokter, bukan lari dari kesalahan yang mungkin memang kami perbuat, tetapi cobalah sejenak anda tempatkan diri anda pada posisi kami, dokter jaga yang sudah bekerja 24 jam, berurusan dengan sekian banyak keluhan dan pasien, namun masih harus tersenyum ramah dan bertindak gesit ketika menerima pasien gawat yang datang di saat lewat tengah malam, dengan tuntutan keluarga untuk diperlakukan spesial karena kegawatannya, namun pada saat diminta untuk registrasi atau membayar biaya pendaftaran mengatakan tidak ada uang. Pada akhirnya kamilah sebagai dokter penerima pasien yang bersangkutan yang harus membantu membayar pemeriksaan laboratorium, membeli obat (apalagi yang tidak masuk formularium tetapi harus digunakan), dan biaya lain sebagainya. Jika Anda, para pejabat, para wartawan, yang ritme kerjanya lebih teratur dari kami, berada pada posisi seperti kami, apakah kalian akan bisa berkata kami seperti polantas?? atau kami memanfaatkan pasien untuk jadi kelinci percobaan??? Kami juga hanya manusia biasa seperti kalian, yang punya keterbatasan dimana-mana, tetapi kami sudah disumpah demi nama Tuhan untuk mendahulukan pelayanan bagi para pasien dan memperlakukan para pasien sebagaimana kami ingin diperlakukan. Jadi sungguh aneh jika ada segelintir orang yang menyangsikan kompetensi kami, bahkan menyamakan kami dengan polantas. Karena hati nurani kami selalu terikat lafal sumpah kami, yang pasti membuat kami tidak bisa tertidur nyenyak di malam hari, jika ada satu kasus sulit yang belum dapat kami temukan penanganannya. Saya hanya berharap semoga saja dengan banyaknya pemberitaan tentang dokter, yang memojokkan dokter, kami bisa tetap setia pada hati nurani kami, yang tulus untuk melayani dan mengobati pasien-pasien kami. Kepada sejawat dokter, marilah kita buktikan kesungguhan kita, kesetiaan kita pada ilmu yang telah kita dapatkan, agar benar-benar bisa kita aplikasikan kepada pasien-pasien yang kita rawat. Tuhan memberkati pelayanan kita semua.

No comments: